Menu

Mode Gelap
MIN 1 Pesawaran Adopsi Platform, Jawab Tantangan Pembelajaran Abad 21 Alef Buka Kegiatan Karang Taruna Pesawaran, Ini Pesan Bupati Nanda! Fokus Berbenah dan Evaluasi Kepengurusan, HIPMI Pesawaran Laksanakan Rapat Internal Pengurus HIPMI Lampung yang Terjaring Narkoba, Kini Mengundurkan Diri Karang Taruna Audiensi Bersama Bupati untuk Kemajuan Bumi Andan Jejama HMI Komsospol Unila Gelar Aksi: Seruan Moral untuk Reformasi dan Keadilan

Daerah

Gerakan Agustus 2025: Ketika Rakyat Menjadi Guru bagi Para Wakilnya

badge-check


					Gerakan Agustus 2025: Ketika Rakyat Menjadi Guru bagi Para Wakilnya Perbesar

Oleh: Arya Bangsa Satyamahendra, Mahasiswa Filsafat UI

KASANEWS.COM – Bandar Lampung – Apa yang kita saksikan di jalanan ibu kota dan sejumlah kota besar lainnya bukanlah sekadar amuk massa. Ini adalah kuliah umum terbesar dalam sejarah demokrasi kita. Kampusnya adalah jalanan, dosennya adalah rakyat yang lapar dan lelah, dan materinya adalah pelajaran tentang empati dan tanggung jawab.

Para anggota DPR yang berlagak bak raja di gedung mewah Senayan mungkin lupa. Mereka lupa bahwa tunjangan yang mereka naikkan sendiri itu berasal dari uang rakyat yang sedang bersimbah peluh. Mereka lupa bahwa kemewahan mobil dinas dan jamuan makan mereka adalah pantulan dari jerih payah buruh yang upahnya tak kunjung naik dan driver ojol yang mengejar setoran hingga larut malam.

Pertemuan Gerakan: Sebuah Simfoni Perlawanan

Inilah keindahan sekaligus kekuatan dari Gerakan Agustus 2025: ia tidak berdiri sendiri. Ia adalah konfluensi, pertemuan arus kesadaran dari berbagai kelompok yang selama ini dipinggirkan. Mahasiswa dengan idealismenya dan kemampuan analisisnya. Buruh dengan tuntutan nyata akan upah yang layak dan jaminan hidup. Serta para pengendara ojol yang menjadi simbol ekonomi gig yang penuh ketidakpastian.

Mereka bukan lagi tiga entitas yang berbeda. Mereka telah melebur menjadi satu suara: suara rakyat yang ditelantarkan. Spanduk-spanduk mereka bercerita tentang hal yang sama: kenaikan harga sembako, premi BPJS yang kian memberatkan, dan ketiadaan lapangan kerja bagi lulusan baru. Ini adalah bahasa yang nyata, bahasa perut yang kosong, yang ternyata tidak dimengerti oleh para wakil rakyat yang bahasanya adalah bahasa proyek dan komisi.

Dari Aspirasi ke Aksi: UU yang Dijegal, Rakyat yang Dikhianati

Mereka menyebut kami anarkis. Tapi apa yang lebih anarkis daripada menjegal RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang telah diperjuangkan puluhan tahun? Apa yang lebih anarkis daripada mengesahkan UU yang berpihak pada pemodal besar dan mengabaikan UU yang melindungi kaum marjinal?

Gerakan kami bukan muncul dari vacuum. Ia adalah respons logis dari sebuah sistem yang memutuskan hubungan dengan konstituennya. Sejumlah gerakan Civil Society, sejak 2024, telah membawa draft-draft akademik, melakukan dialog, dan menyuarakan aspirasi dengan cara-cara elegan. Tapi apa balasannya? Telinga-telinga yang tuli dan pintu-pintu yang tertutup.

Jalanan kemudian menjadi parlemen alternatif. Jika suara kami tidak didengar di ruang komisi yang ber-AC, maka kami akan menyampaikannya di terik matahari dan hujan. Jika argumentasi kami dianggap angin lalu, maka kami akan menunjukkan bahwa jumlah massa adalah bukti bahwa kami adalah representasi nyata dari kedaulatan rakyat.

‘Pelajaran dari Agustus 2025’

Gerakan ini mengajarkan satu hal mendasar: kedaulatan rakyat bukanlah konsep usang dalam buku teks. Ia hidup, bernafas, dan suatu saat bisa bangkit dengan marah jika diinjak-injak. Pongahnya segelintir oknum legislatif telah membangunkan raksasa tidur yang bernama solidaritas sosial.

Mereka mungkin bisa bersembunyi di balik gedung berkawat tinggi, dikawal oleh aparat. Tapi mereka tidak bisa bersembunyi dari suara bising sejarah yang mencatat setiap pengkhianatan mereka. Gerakan Agustus 2025 adalah pengingat keras: kursi dewan adalah amanah, bukan warisan. Dan rakyat, pada akhirnya, adalah guru yang paling kejam bagi mereka yang lupa daratan.

Pertunjukan arrogance mereka telah usai. Sekarang adalah waktunya untuk pertunjukan accountability. Gerakan ini tidak akan berhenti sampai ada langkah konkret: cabut kenaikan tunjangan yang tidak sensitif itu, percepat pengesahan RUU yang pro-rakyat, dan yang terpenting, kembalikan hati dan nurani untuk mendengar jeritan rakyat yang sedang susah.

Kami tidak meminta belas kasihan. Kami menuntut keadilan. Karena seperti kata pepatah filsafat, diamnya orang yang terdzalimi adalah doa yang akan dijawab oleh semesta. Dan pada Agustus 2025 ini, semesta menjawabnya dengan gegap gempita di seantero negeri. (*)

Editor: RNSP

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

MIN 1 Pesawaran Adopsi Platform, Jawab Tantangan Pembelajaran Abad 21 Alef

13 September 2025 - 02:24 WIB

Buka Kegiatan Karang Taruna Pesawaran, Ini Pesan Bupati Nanda!

11 September 2025 - 10:06 WIB

Fokus Berbenah dan Evaluasi Kepengurusan, HIPMI Pesawaran Laksanakan Rapat Internal

5 September 2025 - 13:03 WIB

Pengurus HIPMI Lampung yang Terjaring Narkoba, Kini Mengundurkan Diri

3 September 2025 - 13:45 WIB

Karang Taruna Audiensi Bersama Bupati untuk Kemajuan Bumi Andan Jejama

2 September 2025 - 08:46 WIB

Trending di Daerah