KASANEWS.COM – Bandar Lampung – Sejumlah karangan bunga dengan pesan dukungan, kritik, dan desakan moral terhadap institusi kepolisian muncul di salah satu ruas jalan di Kota Bandar Lampung.
Fenomena tersebut menarik perhatian publik, karena pesan-pesan yang disampaikan menyinggung persoalan keadilan hukum serta dorongan terhadap reformasi internal Polri.

Pantauan di lapangan menunjukkan setidaknya terdapat tiga karangan bunga dengan pesan bernada dukungan dan evaluasi terhadap jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Lampung.
Karangan bunga tersebut datang dari berbagai kelompok masyarakat dan komunitas lokal, yang mengekspresikan pandangan mereka terhadap dinamika penegakan hukum di daerah itu.
Salah satu karangan bunga menuliskan ucapan selamat datang kepada Irjen Pol. Helfi Assegaf, S.I.K., M.H., sebagai Kapolda Lampung yang baru.
“Selamat Datang di Bumi Ruwa Jurai Irjen Pol. Helfi Assegaf, S.I.K., M.H. Kapolda Baru Harapan Baru Masyarakat Lampung,” demikian pesan dari Aliansi Masyarakat Peduli Keadilan.
Ucapan itu dinilai sebagai bentuk harapan agar kepemimpinan baru di tubuh Polda Lampung dapat membawa perubahan signifikan, terutama dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Harapan tersebut sejalan dengan upaya Polri secara nasional yang tengah mendorong agenda reformasi kelembagaan dan peningkatan integritas aparat.
Karangan bunga kedua berisi pesan yang lebih tegas, menyinggung penanganan kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan Pasal 170 KUHP.
Tulisan pada papan bunga itu berbunyi, “Terima Kasih Kepada Kombes Pol. Faria Arista A.S., S.I.Kom., S.I.K., M.H., Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung atas Klarifikasinya. Publik Menunggu Ketegasan Kasus Ini.”
Pesan tersebut dikirim atas nama anak korban kasus dugaan penganiayaan, yang sekaligus mencerminkan adanya dorongan publik agar aparat bertindak transparan, adil, dan konsisten dalam penegakan hukum.
Sementara itu, papan bunga ketiga membawa pesan lebih umum tentang semangat reformasi institusi kepolisian.
“Kita Dukung Reformasi Polri, Polri Pengayom dan Polri untuk Masyarakat,” demikian isi karangan bunga dari Komunitas Pemuda Pergerakan.
Pesan tersebut menyoroti perlunya Polri terus berbenah dan memperkuat peran sosialnya sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, bukan sekadar sebagai penegak hukum.
Kemunculan deretan karangan bunga ini bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, ekspresi publik melalui media simbolik seperti papan bunga menjadi tren baru dalam menyuarakan kritik dan aspirasi politik.
Bentuknya yang non-konfrontatif membuat pesan tersebut lebih mudah diterima, namun tetap memiliki makna sosial yang kuat.
Di Lampung, kemunculan karangan bunga tersebut dinilai sebagai bentuk komunikasi publik terhadap institusi hukum yang tengah berada di bawah sorotan.
Pengamat sosial menilai, fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin berani mengawasi proses hukum dan menuntut akuntabilitas aparat penegak hukum.
“Ini bukan sekadar bunga ucapan. Ini simbol perlawanan yang elegan. Publik sedang berbicara dengan caranya sendiri,” ujar seorang akademisi di bidang komunikasi publik yang enggan disebutkan namanya.
Dalam konteks yang lebih luas, pesan-pesan yang muncul pada papan bunga itu juga memperlihatkan adanya public demand terhadap agenda reformasi Polri, terutama dalam membangun sistem hukum yang lebih terbuka, profesional, dan bebas dari konflik kepentingan.
Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa partisipasi publik dalam mengawal penegakan hukum di Lampung semakin menguat, dan aspirasi masyarakat kini menemukan bentuk-bentuk baru dalam menyampaikan pesan keadilan.
Deretan karangan bunga itu menjadi simbol komunikasi publik yang khas di era digital, pesan moral yang dibungkus estetika, namun sarat makna sosial dan politik.
Di tengah sorotan terhadap kinerja aparat, masyarakat tampaknya ingin menyampaikan satu hal sederhana: keadilan dan reformasi bukan sekadar janji, melainkan tuntutan nyata. (*)








