Menu

Mode Gelap
Lampung Barat 2025, Panggung Berbagai Masalah Simpul Menanti Ketegasan Kapolda Lampung, Usut Tuntas Kasus SPBU Nakal Kepala Desa Sendang Asri Dukung Penuh Program Koperasi Desa Merah Putih FPBSI Upayakan Buruh Makmur, Yohanes Joko: KSN Tuntut Kenaikan UMP Produk UMKM Kopi Kuday Ramai Peminat, Banyak Terjual di Stand Lampung Fest 2025 7 Tuntutan Mahasiswa Disepakati Polda Lampung, Dorong Reformasi Polri dan Akhiri Kriminalisasi Aspirasi

Daerah

Lampung Barat 2025, Panggung Berbagai Masalah

badge-check


					Lampung Barat 2025, Panggung Berbagai Masalah Perbesar

Oleh: Agung Widodo

KASANEWS.COM  –  Lampung Barat – Lampung Barat selalu dipromosikan sebagai kabupaten yang tenang, hijau, dan penuh nilai budaya. Namun di tahun 2025, keheningan pegunungan dan kabut pagi justru terasa seperti tirai teater yang menutup rapat panggung di mana sederet persoalan muncul bergantian.

Daerah ini tetap indah, tetapi keindahan itu seperti lukisan yang warnanya mulai memudar. Di balik lanskap yang menawan, terdapat rangkaian masalah yang berjalan paralel.

Krisis Pelayanan Publik, Kerentanan Birokrasi, Tekanan Ekonomi, dan Gotong Royong Darurat. Inilah potret faktual mengenai Lampung Barat sepanjang kalender 2025:

Pertama. Peristiwa paling mencolok pada 2025 adalah kabar bahwa 46 kepala sekolah menjadi korban penipuan yang dibalut kata “revitalisasi”.

Mereka dijanjikan program bantuan untuk sekolah. Mereka percaya. Janji itu rupanya hanya kemasan manis untuk memanen uang dari dunia pendidikan.

Kasus ini mencuat pada pertengahan November, mengguncang fondasi kepercayaan publik. Ironinya bukan hanya pada tindakan oknum, tetapi pada kenyataan bahwa sistem pendidikan bisa begitu rapuh sehingga kabar bantuan palsu dapat lolos tanpa verifikasi.

Di tengah rutinitas memahami kurikulum, mengurus BOS, dan menjaga sekolah tetap hidup, para kepala sekolah tersandung oleh imajinasi “program pusat” yang bahkan tidak pernah terdaftar. Kasus ini menggambarkan bagaimana birokrasi pendidikan masih lemah.

Kedua. Pada 11 Maret 2025, Bupati Lampung Barat melakukan inspeksi mendadak. Sidak itu menemukan banyak kantor dengan jumlah pegawai yang tidak sesuai daftar hadir.

Fenomena ini bukan baru, tetapi setiap kali terjadi selalu terasa seperti episode sinetron lama yang diputar ulang.

Sidak menjadi semacam tradisi birokrasi. Pemimpin datang tiba tiba, pegawai terkejut, media menulis berita, dan esoknya ritme berjalan kembali seperti semula.

Tidak ada yang salah dengan inspeksi. Yang bermasalah adalah ketika sidak menjadi satu satunya instrumen untuk menegakkan disiplin, seakan seluruh energi manajemen ASN diserahkan pada aksi teatrikal sesekali. Sidak seharusnya menjadi alat pembinaan, bukan tontonan dengan durasi pendek.

Ketiga. Masalah air bersih adalah salah satu masalah paling besar sepanjang 2025. Pipa transmisi HDPE 250 mm milik Perumda Limau Kunci mengalami kerusakan berulang di Oktober dan November.

Setiap kali diperbaiki, masalah baru muncul tidak jauh dari titik lama. Layanan macet, air keruh, dan sebagian wilayah harus kembali pada sumur bor atau jerigen darurat.

Di tingkat publik, masalah ini menyerupai komedi. Masyarakat membayar iuran secara rutin namun pelayanan justru hadir secara musiman.

Air muncul ketika hujan, menghilang ketika dibutuhkan untuk mandi pagi, keruh saat wajan sedang dipanaskan, dan kembali hilang ketika tamu hendak datang. Seakan air itu makhluk halus yang muncul dengan kehendak sendiri.

Kritik terhadap manajemen Perumda menguat. Protes masyarakat, desakan DPRD, hingga tuntutan evaluasi direksi menjadi arus deras yang tidak terbendung.

Di daerah yang seharusnya memiliki tata kelola air yang baik, air justru menjadi isu paling politis dan emosional.

Keempat. Tentang Ketahanan Pangan. Pemerintah Daerah bersama lembaga penegak hukum dan masyarakat berupaya memperkuat ketahanan pangan sepanjang 2025.

Ada program pembukaan lahan, ada pencanangan penanaman jagung serentak, ada pembagian alsintan untuk meningkatkan produksi.

Semua ini baik, tetapi angka prevalensi stunting Lampung Barat yang berada di kisaran 24,6 persen tetap mengingatkan bahwa ketahanan pangan bukan soal upacara tanam, bukan pula sekadar memperluas lahan.

Ketahanan pangan adalah ekosistem: akses air, sanitasi keluarga, kualitas pendapatan rumah tangga, kesiapan puskesmas, pendidikan gizi, hingga distribusi pangan yang tidak terhambat.

Program ketahanan pangan sepanjang 2025 sering tampil megah dalam dokumentasi acara. Barisan pejabat berdiri rapi di tengah lahan. Kamera mengambil sudut terbaik. Namun stunting tidak pernah dapat diatasi dengan foto acara.

Ia hanya bisa diturunkan melalui perubahan mendalam pada perilaku keluarga dan layanan dasar, sesuatu yang tidak selalu ikut dalam acara seremonial.

Kelima. Gotong Royong. Jika ada satu nilai yang paling sering dipanggil untuk menyelamatkan keadaan, nilai itu adalah gotong royong.

Lampung Barat memang memiliki tradisi sosial yang kuat, tetapi pada 2025 gotong royong itu semakin sering muncul sebagai respons atas lemahnya layanan.

Jalan rusak Padang Dalom-Sukarame. Jalan seranggas yang dibangun fly over swadaya. Pemangku Talang Serungkuk, Tiga Jaya Sekincau. Lingkungan 2 Sukamenanti Way Mengaku dan Tanjung Raya Sukau diperbaiki masyarakat sendiri. Mungkin juga terjadi di daerah lainnya, seolah ini menjadi fenomena di Lampung Barat.

Gotong royong adalah nilai luhur, tetapi ketika ia berubah menjadi “operasi tanggap darurat berulang” maka ia menandakan adanya pergeseran peran.

Di titik tertentu gotong royong berubah dari kebajikan menjadi beban berat. Nilai yang seharusnya sukarela berubah menjadi kewajiban sosial karena negara tidak selalu hadir tepat waktu.

Keenam. Konflik Satwa dan Bencana. Sebagian wilayah Lampung Barat adalah bagian dari jalur ekologis penting yang bersinggungan dengan habitat satwa liar, termasuk harimau.

Pada 2025 terjadi beberapa kemunculan jejak harimau, termasuk kasus tragis di wilayah kawasan hutan yang berujung korban jiwa.

Kerusakan hutan di Lampung Barat sepanjang 2025 tampak seperti luka yang perlahan melebar di tubuh pegunungan Bukit Barisan.

Pembukaan lahan yang tidak terkendali, perambahan untuk kebun, serta aktivitas ilegal yang berjalan senyap meninggalkan jejak yang tidak hanya mengubah lanskap fisik, tetapi juga menata ulang keseimbangan ekologis.

Sementara itu banjir dan longsor menghiasi kalender bencana daerah. Dari sungai yang meluap hingga jalan yang tertutup material longsor. Curah hujan yang tinggi memperlihatkan bahwa struktur kebencanaan daerah belum sepenuhnya siap.

Akhirnya, jika seluruh rangkaian masalah 2025 ini dianalogikan sebagai pertunjukan teater, maka Lampung Barat adalah panggung yang lampunya terang tetapi tata suaranya rusak.

Banyak aktor tampil, tetapi dialognya tidak selalu menyentuh penonton. Banyak kebijakan diumumkan, tetapi tidak semuanya mengubah jalan cerita.

Narasi yang muncul bukan untuk menertawakan, tetapi untuk memberi gambaran yang lebih jernih, sebuah kabupaten yang memiliki potensi besar.

Tetapi masih terjebak dalam siklus masalah mikro yang seharusnya bisa diselesaikan dengan administrasi publik yang kuat.

Kita tahu bahwa masyarakat Lampung Barat bergerak tanpa banyak bicara. Mereka menanam, memperbaiki, membersihkan, mengatur ulang hidup, sekaligus menjaga harmoni sosial.

Mereka adalah mesin tak kasatmata yang membuat kabupaten tetap hidup meski kebijakannya kadang tersendat. (*)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Simpul Menanti Ketegasan Kapolda Lampung, Usut Tuntas Kasus SPBU Nakal

20 November 2025 - 10:45 WIB

Kepala Desa Sendang Asri Dukung Penuh Program Koperasi Desa Merah Putih

19 November 2025 - 13:37 WIB

FPBSI Upayakan Buruh Makmur, Yohanes Joko: KSN Tuntut Kenaikan UMP

14 November 2025 - 07:29 WIB

Produk UMKM Kopi Kuday Ramai Peminat, Banyak Terjual di Stand Lampung Fest 2025

13 November 2025 - 13:19 WIB

7 Tuntutan Mahasiswa Disepakati Polda Lampung, Dorong Reformasi Polri dan Akhiri Kriminalisasi Aspirasi

13 November 2025 - 08:26 WIB

Trending di Daerah